Hal tersebut disampaikan anggota DPRD Lambar Erwin Suhendra, SE., pada penyampaian laporan panitia khusus (Pansus) II, tentang Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang pengelolaan asset daerah, di ruang siding Marghasana DPRD Lambar Senin (16/3/2020).
Menurut dia, salah satu simbol atau lambang yang sering salah dan masih banyak ditemukan oleh pihaknya, yakni terkait dengan penggunaan lambang siger. Dimana lambing siger yang digunakan masih ada yang mengunakan siger lekuk siwa (sembilan), padahal seharusnya menggunakan lambing siger lekuk pitu (tujuh).
”Perlu dipahami bersama bahwa Lampung Barat menganut system keadatan Lampung saibatin dengan lambing siger lekuk pitu, sedangkan masih ada di tempat-tempat di Lambar yang masih menggunakan siger lekuk siwa yang merupakan lambing atau simbol Lampung Pepadun,” ujarnya.
Oleh karena itu, per;lu menjadi koreksi dan evaluasi bersama, bahwa pengunaan lambing siger di Lambar yaitu siger lekuk pitu yang merupakan siger Lampung Saibatin sesuai dengan sitsem dan tatanan adat yang dianut di bumi beguai jejama sai betik tersebut.
”Contohnya lambang siger pada tempat peribadatan vihara yang ada di Pekon Batukebayan Kecamatan Batuketulis, masih menggunakan siger lekuk siwayang merupakan symbol atau lambang Lampung pepadun, mohon kirnya agar segera dibenahi hal tersebut, karena akan berdampak buruk dan menimbulkan opini negative pabila hal ini terlalu lama dibiarkan,” ujarnya. (nop)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar